Putusan Mahkamah Agung (MA) yang kembali memotong hukuman Setya Novanto membuat publik terhenyak. Di tengah keprihatinan masyarakat terhadap kasus korupsi yang menjerat mantan Ketua DPR RI itu, kini ia kembali mendapat pemotongan masa hukuman. Banyak pihak menilai bahwa pemotongan tersebut mengaburkan pesan keadilan dan justru melemahkan efek jera terhadap pelaku korupsi di Indonesia.
Hukuman Setya Novanto terbaru menjadi sorotan bukan hanya karena sosoknya yang ikonik dalam berbagai drama hukum di masa lalu, tapi juga karena putusan MA dinilai tidak memberikan alasan yang cukup kuat atas “diskon” hukuman yang diberikan. Bahkan, banyak pihak menyebut langkah ini justru kontraproduktif dengan semangat pemberantasan korupsi yang selama ini digaungkan oleh KPK dan masyarakat sipil.
Nama Setya Novanto sudah sejak lama menjadi simbol dari bobroknya praktik korupsi di Indonesia. Kasus e-KTP yang menyeretnya mencatat kerugian negara hingga triliunan rupiah. Meskipun ia sudah divonis dan menjalani hukuman, berbagai kemudahan serta fasilitas yang diterimanya di dalam penjara sering memunculkan kontroversi. Kini, dengan adanya pemangkasan hukuman terbaru, gelombang kritik pun kembali menggema.
Kronologi dan Vonis Awal Kasus Korupsi e-KTP
Sebelum memahami kontroversi pemotongan hukuman Setya Novanto terbaru, kita perlu menilik kembali bagaimana kronologi kasus e-KTP yang membelit dirinya. Kasus korupsi pengadaan KTP elektronik atau e-KTP merupakan salah satu skandal korupsi terbesar di Indonesia. Setya Novanto disebut sebagai aktor utama dalam penyalahgunaan anggaran proyek tersebut.
Kasus ini bermula dari penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menelusuri anggaran proyek e-KTP senilai lebih dari Rp 5,9 triliun. Pada 2017, setelah proses panjang dan penuh drama termasuk sakit mendadak, drama menabrak tiang listrik, hingga penahanan oleh KPK, Setya Novanto akhirnya ditetapkan sebagai tersangka.
Pada April 2018, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memvonis Setya Novanto dengan hukuman penjara selama 15 tahun, denda Rp 500 juta, dan kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 7,3 miliar serta pencabutan hak politik selama lima tahun setelah menjalani masa hukuman. Vonis ini disambut masyarakat dengan rasa lega karena dinilai sesuai dengan besarnya kerugian negara akibat perbuatannya.
Kontroversi Fasilitas Mewah dan Diskon Hukuman
Selama menjalani masa tahanan di Lapas Sukamiskin, Setya Novanto kembali menjadi sorotan setelah diketahui kerap mendapat perlakuan istimewa. Salah satunya adalah ketika ia kedapatan plesiran ke toko bangunan di luar lapas tanpa izin, hingga disebut menempati sel mewah dengan fasilitas yang jauh dari kata sederhana. Publik kembali bertanya-tanya tentang keadilan hukum bagi semua.
Dan kini, ketika hukuman penjaranya kembali dikorting oleh Mahkamah Agung, kritik pun meledak. Dalam keputusan yang diumumkan awal Juli 2025, Mahkamah Agung memangkas hukuman Setya Novanto dari 15 tahun menjadi hanya 13 tahun penjara. Tanpa alasan yang kuat dan jelas di mata publik, keputusan ini dianggap sebagai langkah mundur dalam pemberantasan korupsi.
Indonesia Corruption Watch (ICW) bahkan menyebut bahwa pemotongan masa hukuman ini berpotensi menjadi preseden buruk. Dalam pernyataannya, ICW mempertanyakan alasan substansial yang digunakan oleh MA, mengingat tidak ada pengajuan Peninjauan Kembali (PK) atau peristiwa hukum baru yang mendasari pengurangan ini.
Reaksi Publik dan Pegiat Antikorupsi
Reaksi keras datang dari berbagai pihak, mulai dari lembaga antikorupsi, akademisi, hingga masyarakat sipil. Banyak yang merasa bahwa keputusan MA menunjukkan lemahnya komitmen lembaga peradilan dalam mendukung upaya pemberantasan korupsi. Mereka mempertanyakan transparansi serta proses pengambilan keputusan di MA.
Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo, menyebut bahwa keputusan ini bisa menjadi sinyal buruk bagi aparat penegak hukum lainnya. Ia menegaskan bahwa keadilan tidak boleh dipermainkan dan vonis terhadap koruptor seharusnya memberikan efek jera maksimal. Jika vonis bisa seenaknya dikurangi, maka akan ada celah bagi pelaku korupsi lain untuk berharap keringanan serupa.
Sementara itu, masyarakat umum pun menunjukkan kekecewaannya melalui media sosial. Banyak netizen yang membagikan meme, kritik tajam, dan bahkan tagar #DiskonKoruptor menjadi trending topic nasional. Ini menunjukkan bahwa isu ini bukan sekadar soal hukum, tapi juga soal kepercayaan publik yang terus diuji.
Argumentasi Hukum dan Tanggapan Mahkamah Agung
Mahkamah Agung dalam keterangannya menyebut bahwa pemotongan hukuman Setya Novanto dilakukan atas dasar pertimbangan yuridis tertentu yang tidak dijelaskan secara rinci kepada publik. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa MA tidak terbuka dalam proses pengambilan keputusan tersebut.
Beberapa ahli hukum mempertanyakan keabsahan pertimbangan tersebut, terlebih karena tidak ada proses kasasi atau PK baru yang diajukan oleh pihak terdakwa. Menurut mereka, keputusan ini bisa mengancam integritas sistem peradilan dan memperburuk persepsi publik terhadap Mahkamah Agung sebagai lembaga pengawal keadilan tertinggi.
Mengapa Kita Harus Peduli?
Kasus Setya Novanto bukan hanya soal satu orang, tetapi soal simbol dari perlawanan masyarakat terhadap korupsi yang mengakar. Ketika putusan hukum terhadap pelaku korupsi sekelas Setya Novanto bisa diubah tanpa penjelasan yang transparan, maka kredibilitas sistem hukum kita dipertaruhkan.
Pengurangan hukuman ini menunjukkan bahwa upaya pemberantasan korupsi belum sepenuhnya mendapat dukungan dari semua lembaga negara. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk terus mengawasi, mengkritisi, dan menuntut transparansi dari lembaga peradilan. Dengan begitu, semangat reformasi hukum bisa tetap hidup dan tidak hanya menjadi slogan kosong.
FAQ
Apa alasan hukuman Setya Novanto dikurangi?
Mahkamah Agung tidak secara terbuka mengumumkan alasan yang jelas, sehingga banyak pihak mempertanyakan transparansi keputusan tersebut.
Berapa hukuman awal Setya Novanto?
Ia awalnya divonis 15 tahun penjara pada tahun 2018 dalam kasus korupsi proyek e-KTP.
Berapa hukuman Setya Novanto sekarang?
Hukuman terbarunya telah dikurangi menjadi 13 tahun penjara oleh MA.
Apakah Setya Novanto pernah mendapat perlakuan istimewa di penjara?
Ya, ia pernah tertangkap keluar dari lapas tanpa izin dan diduga menempati sel mewah.
Mengapa kasus ini penting untuk diawasi?
Karena keputusan hukum terhadap koruptor berdampak pada kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan pemberantasan korupsi.