Langkah konkret pemerintah dalam mengatasi krisis tenaga kesehatan diwujudkan melalui pembentukan satgas percepatan dokter 2025 yang akan diluncurkan pekan depan. Program ini menjadi salah satu kebijakan strategis untuk menjawab kekurangan tenaga medis, terutama dokter umum dan spesialis, yang saat ini masih belum merata di berbagai daerah Indonesia.
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Brian Yuliarto, mengumumkan bahwa tim satuan tugas ini akan dikawal langsung oleh para ahli dari fakultas kedokteran seluruh Indonesia. Dengan target penambahan 64.500 dokter hingga tahun 2029, pemerintah tengah bersiap melakukan konsolidasi besar-besaran antar lembaga pendidikan, rumah sakit daerah, dan pemda agar kebutuhan tenaga medis dapat segera terpenuhi.
Upaya ini sekaligus menjawab tantangan distribusi dokter yang timpang antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Melalui strategi berbasis mentoring, beasiswa daerah, serta izin praktik fleksibel bagi peserta PPDS, program ini diharapkan menjadi batu loncatan dalam menciptakan sistem kesehatan yang lebih inklusif dan berdaya saing global.
Target Penambahan Dokter Umum dan Spesialis
Pemerintah menargetkan penambahan sekitar 60.000 dokter umum dan 4.500 dokter spesialis dalam waktu empat tahun ke depan. Melalui satgas percepatan dokter 2025, proses penambahan ini akan dilakukan secara bertahap dan terstruktur, dimulai dari konsolidasi fakultas kedokteran yang tersebar di berbagai provinsi.
Mendikti Brian Yuliarto menyebut bahwa angka tersebut merupakan hasil kalkulasi realistis dari tim akademisi yang terlibat dalam penyusunan strategi. Mereka mempertimbangkan kapasitas pendidikan dokter saat ini, jumlah dosen, sarana praktik, serta kesiapan rumah sakit pendidikan sebagai mitra utama.
“Ini bukan hanya target dari kementerian kami, tetapi juga sesuai dengan kebutuhan yang disampaikan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin,” kata Brian dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR RI.
Dengan demikian, sinergi antarkementerian akan menjadi kunci utama dalam menjalankan program ini. Diharapkan, dalam waktu dekat sistem monitoring dan pelaporan dari satgas akan mulai diterapkan untuk memastikan jalannya proses perekrutan dan pendidikan berjalan lancar.
Strategi Rekrutmen dan Perluasan Akses Pendidikan
Salah satu tantangan terbesar dalam percepatan penyediaan dokter adalah sistem rekrutmen yang masih tersentralisasi di beberapa kampus besar. Untuk itu, satgas percepatan dokter 2025 juga akan mendorong desentralisasi sistem pendidikan kedokteran dengan memaksimalkan potensi rumah sakit daerah sebagai basis pelatihan.
Langkah ini akan didukung oleh sistem mentoring, di mana fakultas kedokteran ternama akan membina kampus-kampus baru atau RSUD di daerah untuk membuka program studi kedokteran. Selain itu, pemerintah juga akan mendorong rumah sakit seperti RS Polri, RS milik BUMN, hingga RS swasta untuk menjadi bagian dari ekosistem pelatihan dokter.
Dengan strategi ini, diharapkan setiap daerah bisa mandiri dalam mencetak tenaga medisnya tanpa terlalu bergantung pada pusat. Model ini telah diuji coba di beberapa lokasi dan menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam hal efisiensi dan distribusi dokter.
Beasiswa PPDS dan Keutamaan Putra Daerah
Untuk meningkatkan minat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), beberapa pemda telah menjalin komunikasi dengan pemerintah pusat agar dapat memberikan beasiswa bagi putra daerah. Fokusnya adalah memastikan para penerima beasiswa bersedia kembali mengabdi di daerah asal setelah lulus.
Brian Yuliarto menegaskan bahwa banyak kepala daerah menyampaikan kesulitan mereka dalam mempertahankan dokter spesialis di wilayahnya. Karena itu, hanya dengan skema beasiswa berbasis ikatan dinas untuk putra daerah, persoalan ini bisa ditangani dengan efektif.
“Kalau bukan putra daerah, biasanya tidak tahan tinggal lama di wilayah terpencil. Kita ingin adanya ikatan yang kuat antara tenaga medis dan komunitasnya,” ungkap Brian.
Dekan fakultas kedokteran pun telah menyatakan kesediaan mereka menyediakan slot khusus untuk mahasiswa beasiswa daerah. Artinya, ada peluang lebih besar bagi anak-anak dari daerah untuk menjadi dokter spesialis tanpa terbebani biaya pendidikan yang tinggi.
Sistem Izin Praktik dan Dukungan Finansial PPDS

Masalah klasik yang dihadapi peserta PPDS adalah ketidakmampuan untuk mencari penghasilan tambahan selama masa studi. Sebelumnya, mereka hanya memiliki satu STR (Surat Tanda Registrasi) khusus PPDS sehingga tidak bisa praktik sebagai dokter umum.
Namun, dengan lahirnya UU No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, peserta PPDS kini diperbolehkan memiliki SIP (Surat Izin Praktik) dokter umum. Artinya, mereka bisa praktik di luar jam pendidikan dan memperoleh pendapatan tambahan untuk menutupi biaya hidup selama studi.
Menkes Budi Gunadi Sadikin menyebut bahwa pendidikan dokter spesialis seharusnya tidak dibebani biaya, tetapi justru mendapat dukungan finansial dari negara karena mereka menjalani masa pendidikan sambil bekerja di fasilitas kesehatan.
Kebijakan ini mendapat sambutan positif dari banyak peserta PPDS yang selama ini kesulitan membayar biaya kuliah sambil bertugas di rumah sakit. Beberapa bahkan terpaksa berhenti karena tekanan ekonomi.
Dengan sistem baru ini, mahasiswa PPDS berbasis RS akan tetap mendapatkan insentif, sementara yang berbasis universitas juga didorong mendapat pembiayaan melalui skema serupa.
Kolaborasi Lintas Kementerian dan Harapan Nasional
Satgas percepatan dokter 2025 menjadi contoh kolaborasi aktif antara Kemendikti, Kemenkes, dan pemerintah daerah. Dalam pertemuan terakhir, semua pihak sepakat untuk terus mendorong solusi lintas sektor agar sistem kesehatan Indonesia makin kuat dan mandiri.
Dukungan dari DPR, akademisi, asosiasi kedokteran, serta pemangku kepentingan lainnya juga terus diupayakan agar kebijakan yang dirancang tidak hanya baik secara administratif, tetapi juga mampu menjawab kebutuhan di lapangan.
Program ini menjadi bagian penting dari peta jalan menuju Indonesia Sehat 2045. Pemerintah menargetkan bahwa pada tahun tersebut, seluruh daerah telah memiliki rasio dokter yang proporsional sesuai standar WHO.
Satgas percepatan dokter 2025 adalah kebijakan terobosan yang menjanjikan solusi jangka panjang atas krisis dokter di Indonesia. Dengan strategi berbasis mentoring, desentralisasi pendidikan, beasiswa daerah, serta izin praktik fleksibel, program ini memiliki potensi besar untuk mengubah wajah layanan kesehatan nasional.
Langkah ini akan semakin kuat jika semua pihak terus menjaga kolaborasi dan memastikan implementasinya berjalan sesuai rencana. Dengan penambahan 64.500 dokter dalam lima tahun ke depan, Indonesia berpeluang besar menutup kesenjangan akses layanan medis yang selama ini membelenggu banyak wilayah.