Di tengah gegap gempita FIFA Club World Cup 2025 yang akan digelar di Amerika Serikat, muncul pertanyaan besar dari pecinta sepak bola dunia: kenapa Liverpool, Barcelona, dan Napoli tidak ikut turnamen ini? Padahal, ketiganya adalah juara liga dari negara-negara elite Eropa. Liverpool menjuarai Premier League 2024/2025 dengan selisih 10 poin, Barcelona adalah raja La Liga Spanyol, dan Napoli menjuarai Serie A. Ketidakhadiran mereka membuat sebagian fans mempertanyakan kredibilitas sistem kualifikasi yang diterapkan FIFA.
Turnamen ini memang mengalami perubahan format besar, dari tujuh menjadi 32 tim, dan diklaim sebagai ajang yang akan menentukan siapa klub terbaik dunia. Namun, kenyataan bahwa tim-tim juara liga seperti Liverpool, Barcelona, dan Napoli tidak ambil bagian membuat klaim tersebut dipertanyakan. Sistem kualifikasi berbasis empat tahun terakhir dianggap tidak merepresentasikan kekuatan terkini klub-klub terbaik.
Sistem Kualifikasi Empat Tahun yang Menimbulkan Kontroversi
FIFA memilih menggunakan data performa klub dalam empat tahun terakhir untuk menentukan siapa yang layak ikut serta di Club World Cup. Dengan format ini, klub seperti Real Madrid yang memenangkan Liga Champions pada 2022 dan 2024 otomatis lolos, begitu juga dengan Manchester City dan Chelsea sebagai juara sebelumnya. Namun, klub-klub besar seperti Liverpool dan Barcelona yang tampil konsisten di liga domestik tapi tidak memenangkan Liga Champions pun terdepak dari daftar peserta.
Ironisnya, Inter Miami dari MLS justru masuk meskipun tidak memenuhi syarat awal. Klub milik David Beckham itu lolos setelah menjadi pemuncak klasemen reguler MLS musim lalu, sebuah kriteria baru yang tiba-tiba diumumkan FIFA. Gianni Infantino bahkan hadir langsung saat perayaan gelar tersebut dan memberikan selamat, memperkuat dugaan bahwa faktor komersial turut berperan.
Liverpool, meski menjadi juara liga secara dominan, tetap gagal tampil karena kuota Eropa dibatasi hanya untuk klub dengan performa terbaik di Liga Champions selama periode 2021–2024. Napoli pun bernasib sama, meski kemenangan mereka di Serie A membawa euforia tinggi dari fans global yang masih mengenang era Maradona.
Reaksi Klub dan Kekecewaan dari Banyak Pihak
Ketidakhadiran tim-tim besar ini tidak hanya mengecewakan fans, tetapi juga berdampak pada aspek finansial. Klub-klub seperti Barcelona mengaku kehilangan potensi pemasukan besar dari hak siar dan hadiah turnamen yang mencapai $125 juta bagi pemenang. DAZN sebagai pemegang hak siar global sudah menyepakati kontrak senilai $1 miliar. Sayangnya, klub-klub non-peserta seperti Barca hanya bisa gigit jari.
Manajer Liverpool, Arne Slot, menanggapi dengan santai, menyebut jadwal turnamen terlalu padat dan tidak sehat bagi pemain. Ia khawatir para pemain hanya akan punya libur satu minggu sebelum kembali ke musim baru, yang jelas berdampak negatif bagi kebugaran dan performa. Pandangan ini juga diamini oleh banyak pelatih lainnya.
Bahkan, serikat pemain dunia FIFPRO sempat mengancam tindakan hukum terhadap FIFA karena memperluas turnamen ke bulan Juni/Juli tanpa konsultasi. Mereka menyebut kebijakan ini sebagai bentuk penyalahgunaan dominasi FIFA terhadap kalender kompetisi sepak bola.
Yang menarik, Cristiano Ronaldo sempat dikaitkan dengan turnamen ini melalui celah pendaftaran 10 hari yang dibuka FIFA untuk transfer pemain. Infantino bahkan menyarankan agar CR7 meninggalkan Al-Nassr agar bisa bergabung ke tim peserta. Tapi Ronaldo memilih tetap bersama tim nasional Portugal dan membawa negaranya menjuarai UEFA Nations League.
Di tengah absennya Liverpool dan Barcelona, Paris Saint-Germain menjadi andalan kredibilitas turnamen. PSG baru saja memenangkan Liga Champions dengan cara meyakinkan, termasuk kemenangan telak 5-0 atas Inter Milan di final. Banyak yang meyakini bahwa PSG bisa menjadi pembuktian bahwa turnamen ini memang layak disaksikan.
Absennya Liverpool, Barcelona, dan Napoli dari Club World Cup 2025 menunjukkan bahwa sistem kualifikasi FIFA masih penuh tanda tanya. Penggunaan basis performa empat tahun terakhir tidak selalu mencerminkan kekuatan aktual klub. Keputusan memasukkan tim seperti Inter Miami secara mendadak pun memperkuat kesan bahwa faktor bisnis kadang lebih diutamakan daripada sportivitas. Jika FIFA ingin turnamen ini benar-benar menjadi tolok ukur klub terbaik dunia, perubahan besar pada sistem seleksi mungkin perlu dipertimbangkan sebelum edisi 2029.