MEDIONESA.COM – Pelantikan Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) tahun 2025 mendadak menjadi sorotan publik setelah prosesi sumpah jabatan dilakukan menggunakan bahasa asing. Frasa pelantikan rektor upi bahasa inggris langsung viral di berbagai media sosial dan forum pendidikan nasional. Tak hanya menuai perbincangan hangat di kalangan akademisi, peristiwa ini bahkan memancing reaksi dari kalangan legislatif, termasuk pimpinan DPR.
Kejadian yang berlangsung di kampus UPI Bandung tersebut dinilai tidak lazim, apalagi pelantikan pejabat publik biasanya menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara. Artikel ini akan mengulas secara lengkap mengenai kronologi kejadian, tanggapan dari berbagai pihak, hingga klarifikasi dari pihak kampus.
Kronologi Pelantikan dan Momen Sumpah Berbahasa Inggris
Acara pelantikan Rektor UPI tahun 2025 dilangsungkan secara resmi dan terbuka pada pertengahan Juni. Sejak awal prosesi, tidak ada yang tampak berbeda sampai akhirnya momen pengucapan sumpah jabatan menggunakan bahasa Inggris membuat sebagian hadirin terkejut. Frasa-frasa seperti “I swear to fulfill…” menggema di dalam ruangan pelantikan.
Momen ini langsung menjadi viral, terutama setelah Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, memilih walk out saat pelantikan rektor UPI bahasa Inggris itu berlangsung. Ia menilai hal tersebut melanggar prinsip penggunaan bahasa resmi negara yang tertuang dalam undang-undang.
Tanggapan dari DPR dan Kalangan Politik
Tindakan walk out oleh Dasco tidak berhenti di tempat acara. Beberapa hari kemudian, ia menyatakan akan membawa kasus pelantikan rektor upi bahasa inggris terbaru ini ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Menurutnya, penggunaan bahasa asing dalam acara kenegaraan bisa dianggap sebagai pelanggaran etika dan norma kelembagaan.
Sejumlah anggota DPR lainnya juga turut menyuarakan kekhawatiran. Mereka menilai UPI sebagai lembaga pendidikan tinggi seharusnya menjadi teladan dalam menjaga identitas kebangsaan, salah satunya melalui penggunaan bahasa Indonesia dalam acara resmi.
Klarifikasi dan Penjelasan dari Pihak UPI
Menanggapi hal tersebut, pihak UPI melalui juru bicara kampus menjelaskan bahwa penggunaan bahasa Inggris hanya sebagai bentuk simbolik untuk menyesuaikan dengan visi internasionalisasi kampus. Dalam acara tersebut, bahasa Indonesia tetap digunakan dalam bagian lain dari pelantikan, termasuk pembukaan dan sambutan.
Pihak UPI menegaskan bahwa rektor UPI bahasa Inggris bukan berarti sepenuhnya meninggalkan bahasa nasional. Bahkan mereka menilai, pemanfaatan bahasa Inggris dalam momen pelantikan justru mencerminkan kesiapan institusi untuk bersaing di level global.
Reaksi Publik dan Media Sosial
Media sosial langsung ramai dengan berbagai komentar dari netizen. Banyak yang mendukung langkah UPI sebagai bentuk progresivitas dan globalisasi. Namun, tak sedikit pula yang merasa penggunaan bahasa Inggris dalam acara pelantikan bisa mengesampingkan identitas nasional.
Tagar seperti #PelantikanUPI dan #BahasaIndonesiaMenghilang sempat trending di Twitter. Perdebatan makin sengit setelah beberapa media mengunggah cuplikan video sumpah jabatan pelantikan rektor upi bahasa inggris terbaru hari ini.
Perspektif Ahli Bahasa dan Akademisi
Pakar bahasa dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa mengingatkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam kegiatan resmi diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009. Namun, mereka juga menekankan bahwa penggunaan bahasa asing bisa saja dilakukan dalam konteks simbolik atau pengantar, sepanjang tidak menggantikan esensi utama.
Sementara itu, kalangan akademisi melihat fenomena ini sebagai dilema antara internasionalisasi dan nasionalisme. Mereka berharap ke depan ada pedoman yang lebih jelas agar tidak menimbulkan polemik di kemudian hari.
Implikasi Hukum dan Regulasi
Secara hukum, pelantikan rektor menggunakan bahasa Inggris memang belum diatur secara eksplisit. Namun, dalam konteks perundang-undangan, semua kegiatan kenegaraan dan jabatan publik sebaiknya menggunakan bahasa resmi yaitu Bahasa Indonesia.
Jika kasus ini dibawa ke ranah hukum, maka akan membuka diskusi lebih luas mengenai regulasi penggunaan bahasa dalam institusi pendidikan tinggi. Pelantikan rektor UPI pun menjadi contoh nyata urgensi pembaruan regulasi yang lebih kontekstual.
Kontroversi pelantikan rektor upi bahasa inggris memunculkan diskusi penting soal keseimbangan antara globalisasi dan pelestarian identitas nasional. Meski niat awalnya adalah mencerminkan visi internasional, pelaksanaan tetap harus memperhatikan norma dan regulasi negara. Semoga ke depan, setiap lembaga pendidikan bisa menyelaraskan langkah-langkah globalisasi dengan nilai-nilai kebangsaan agar tidak menimbulkan kegaduhan publik.