Viralnya video tentang makanan dengan belatung dari kantin Menu Bareng Gratis (MBG) milik PD Pasar Tuban menimbulkan polemik baru di dunia pendidikan. Dalam tayangan berdurasi singkat itu, empat siswa SMK setempat memvideokan isi makanan yang diduga mengandung larva. Tak lama setelah video itu menyebar luas di media sosial, 4 siswa dipanggil guru bk, tepatnya guru BK. Hal ini memancing banyak reaksi, dari dukungan hingga kritik terhadap tindakan sekolah.
Dalam dunia pendidikan, pemanggilan siswa oleh guru Bimbingan Konseling (BK) merupakan tindakan yang biasa dilakukan sebagai bentuk pembinaan. Namun ketika pemanggilan tersebut terjadi akibat unggahan video viral, publik mempertanyakan apakah ini bentuk pembinaan atau upaya menekan ekspresi siswa. Terlebih lagi, peristiwa ini melibatkan isu publik soal kualitas makanan dan pelayanan di lingkungan pendidikan, menjadikannya isu yang lebih kompleks dari sekadar pelanggaran disiplin.
Pihak sekolah melalui guru BK menyebut bahwa pemanggilan keempat siswa ini dilakukan bukan sebagai bentuk hukuman, melainkan untuk klarifikasi dan pendampingan psikologis. Meski demikian, banyak pihak tetap menyoroti perlunya ruang berekspresi yang sehat bagi siswa, apalagi saat menyampaikan kritik terhadap hal yang menyangkut kepentingan publik seperti makanan sekolah.
Kronologi Viral Video Menu MBG
Peristiwa bermula saat salah satu dari 4 siswa SMK di Tuban mengunggah video makanan MBG yang diduga mengandung belatung ke media sosial. Dalam sekejap, video tersebut menyebar luas dan menjadi viral dengan berbagai komentar dari masyarakat. Banyak warganet mempertanyakan kualitas pengawasan makanan yang disediakan lewat program MBG (Menu Bareng Gratis) milik pemerintah daerah.
Menu MBG sendiri merupakan salah satu program unggulan yang bertujuan menyediakan makanan gratis bagi pelajar dan warga kurang mampu. Dengan munculnya video berisi makanan yang tidak layak konsumsi, reputasi program ini langsung dipertanyakan. Beberapa pihak menduga adanya kelalaian dalam proses distribusi dan penyimpanan makanan.
Pihak PD Pasar Jaya selaku penyelenggara MBG segera memberikan klarifikasi. Mereka menyatakan bahwa pihaknya sedang melakukan investigasi terkait makanan yang dilaporkan. Mereka juga menyebut kemungkinan bahwa video tersebut diambil dari makanan sisa atau makanan yang tidak dikonsumsi tepat waktu.
Reaksi Sekolah dan Pemanggilan Siswa
Setelah video viral tersebut tersebar, pihak sekolah langsung mengadakan pertemuan internal. Guru BK ditugaskan untuk memanggil keempat siswa yang terlibat dalam pembuatan dan penyebaran video. Pemanggilan ini dilakukan untuk memberikan pemahaman dan mencari tahu konteks lengkap dari video tersebut. Sekolah membantah adanya sanksi, dan menegaskan bahwa proses ini adalah bentuk pembinaan.
Namun banyak warganet dan aktivis pendidikan menilai pemanggilan siswa bisa menimbulkan tekanan psikologis, apalagi jika tidak disertai pendekatan yang empatik. Guru BK dianggap memiliki peran penting dalam membina, bukan menghukum, sehingga proses ini harus dijalankan secara transparan dan manusiawi.
Menurut informasi yang dihimpun, pemanggilan dilakukan secara tertutup dan didampingi orang tua siswa. Guru BK mencoba menggali motif serta menjelaskan konsekuensi dari unggahan di media sosial. Tujuan utamanya, menurut pihak sekolah, adalah agar siswa memahami dampak dari tindakan mereka tanpa merasa dihukum secara langsung.
Etika Digital dan Kebebasan Berpendapat
Kasus ini membuka diskusi luas tentang batas antara kebebasan berpendapat dan etika digital di kalangan pelajar. Empat siswa dipanggil guru BK karena menyebarkan video yang menyoroti masalah nyata di lingkungan sekolah. Dalam era digital, siswa bukan hanya konsumen informasi, tapi juga produsen konten.
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: sampai sejauh mana siswa diperbolehkan mengkritik fasilitas sekolah atau layanan publik melalui media sosial? Apakah menyebarkan informasi seperti ini melanggar norma sekolah, atau justru bentuk partisipasi aktif terhadap kondisi sekitar?
Beberapa pakar pendidikan menilai bahwa siswa perlu diberikan pendidikan literasi digital yang memadai, agar mereka tahu bagaimana cara menyampaikan kritik dengan tepat dan bertanggung jawab. Sekolah seharusnya menjadi ruang terbuka untuk dialog, bukan tempat yang membatasi suara siswa.
Tanggapan Publik dan Media

Media lokal dan nasional turut menyoroti kasus ini. Banyak headline menyebut “4 siswa dipanggil guru BK” dengan nada dramatis, yang memperkuat narasi bahwa siswa dianggap bersalah. Padahal dalam konteks pendidikan modern, pendekatan semacam ini sudah tidak lagi relevan.
Orang tua, komunitas pendidikan, dan bahkan tokoh masyarakat ikut bersuara. Beberapa mendukung tindakan sekolah sebagai bagian dari disiplin, namun lebih banyak yang mendorong evaluasi ulang cara sekolah merespons kritik dari siswa. Kritik seharusnya dijadikan bahan perbaikan, bukan justru membungkam suara muda yang kritis.
Salah satu hal yang menjadi sorotan adalah ketidakhadiran pernyataan resmi dari Dinas Pendidikan terkait kejadian ini. Padahal dalam kasus viral semacam ini, lembaga pemerintah seharusnya bersikap aktif memberikan arahan dan perlindungan baik kepada siswa maupun pihak sekolah.
Kasus 4 siswa dipanggil guru BK usai menyebarkan video makanan MBG berbelatung adalah cerminan kompleksitas dunia pendidikan di era digital. Sekolah perlu merespons kritik dengan pendekatan yang lebih terbuka, sementara siswa juga harus dibekali keterampilan etika digital dan komunikasi yang baik.
Melalui insiden ini, kita belajar bahwa pendidikan bukan hanya soal nilai dan absensi, tetapi juga ruang untuk tumbuh, berani menyuarakan kebenaran, dan saling membina. Guru BK tidak hanya bertugas membimbing, tapi juga menjadi jembatan antara aspirasi siswa dan dunia pendidikan yang lebih baik.
FAQ
Apa isi video yang membuat 4 siswa dipanggil guru BK?
Video tersebut menampilkan makanan MBG yang diduga berisi belatung.
Apakah siswa dikenai sanksi?
Menurut pihak sekolah, tidak ada sanksi. Pemanggilan dilakukan untuk pembinaan dan klarifikasi.
Siapa yang menyelenggarakan program MBG?
Program Menu Bareng Gratis (MBG) diselenggarakan oleh PD Pasar Jaya di wilayah Tuban.
Apakah siswa salah karena menyebarkan video?
Ini masih menjadi perdebatan. Beberapa menganggap itu kritik sah, yang lain menilai kurang etis.
Apa peran guru BK dalam kasus ini?
Guru BK berperan sebagai pembina dan konselor yang mendampingi siswa memahami dampak dari tindakannya.